Optimalisasi Active Learning dan Character Building

Berita Kemahasiswaan Praktik Baik

Dunia SD/MI adalah dunia bermain. Karena usia psikologis siswa SD/MI pada hakekatnya adalah insan yang ceria, senang berkelompok dengan teman sebaya, dan mencoba hal baru secara bersama-sama. Pada dasarnya, kebutuhan akan bermain dapat dimediasi ke pembelajaran dalam bentuk aktivitas/kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pendekatan demikian lebih sering kita kenal dengan istilah Active Learning.

Studium General PGMI mengangkat tema tentang Active Learning dan Character Building dengan menghadirkan Bapak Suhadi, Kepala MIN 1 Cilegon sebagai narasumber. Pada kesempatan kali ini, narasumber diminta untuk membagi pengalaman bagaimana konsep active learning dan character building diterapkan di MIN 1 Cilegon. Madrasah yang notabene mitra USAID sejak masa DBE sampai Prioritas Provinsi Banten, telah mengadaptasi berbagai pendekatan pembelajaran aktif. Sebagai contoh, tata ruang kelas yang tidak lagi berbentuk shaf (berjajar). melainkan berkelompok-kelompok. Selain itu, di setiap kelas disiapkan pojok baca dan papan pajangan hasil karya.

Sebagai kepala, beliau memfasilitasi dan mendukung segala bentuk penerapan konsep pembelajaran aktif ini. Bentuk fasilitasi dan dukungan tersebut terwujud dalam bentuk penyediaan anggaran untuk pengadaan ATK standar, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada guru untuk mengikuti pelatihan dan penelitian sejenis, juga berperan aktif dalam forum-forum diskusi pembelajaran dan praktik yang baik di sekolah.

Character Building atau pembentukan karakter merupakan salah satu komponen penting dalam penyiapan lulusan yang berdaya saing. Selain kemampuan kognitif, karakter terwujud dalam bentuk soft skill. Kemampuan-kemampuan yang tidak muncul secara kasat mata dalam materi pembelajaran tertentu. Pembentukan karakter, menurut beliau, dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan. Di lingkungan sekolah, pembiasaan dapat dilakukan dalam bentuk tata tertib, aturan, atau seperangkat kurikulum non-akademik atau yang disebut dengan hidden curriculum. Hidden curriculum adalah muatan sisipan yang diberlakukan kepada siswa melalui aktivitas harian, seperi hafalan (tahfidz), budaya baca, shalat berjamaah, salam sapa, membuang sampah, dan pengembangan budaya literasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *