Selera Makan Pendidikan

Kolom Kajur PGMI

Pendidikan itu tidak seperti kita mau makan apa, mengikuti selera. Asal di kepala kepikiran apa, langsung memutuskan mau makan apa, tanpa perlu pikir panjang.

Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pewarisan: ilmu pengetahuan dan peradaban. Secara nasional, tujuan pendidikan sudah ditetapkan yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka pertanyaan dalam pendidikan adalah proses yang bagaimana yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Sepatutnyalah proses-proses tersebut mengarah pada ketercapaian tujuan pendidikan. Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah melakukan banyak upaya termasuk membentuk lembaga seperti BNSP, BAN, serta Dewan Pendidikan di tiap-tiap Provinsi. Barulah setelah proses dilaksanakan, perlu dilakukan assesment untuk mengetahui apakah tujuan kita sudah tercapai atau belum. Untuk itu kita melakukan evaluasi. Bahkan negara-negara di luar sana menerapkan banyak standar bagi perguruan tinggi serta sekolah-sekolahnya. Bukan hanya satu, bisa dua atau tiga. Kita menyebutnya dengan akreditasi, salah satu ukuran kualitas.

Jadi, saya berpendapat, sebaiknya selama satu atau dua tahun ke depan Pak Nadiem fokus memikirkan blue print pendidikan di Indonesia mulai dari dasar sampai tinggi, baik yang formal, informal, maupun non formal.

Pak Nadiem perlu melakukan kajian dan survei sampai ke pelosok Indonesia yang untuk belajar saja masih menemui banyak kendala. Maka Pak Nadiem akan menemukan bahwa desain pendidikan di Indonesia saat ini adalah yang terbaik bagi masyarakat Indonesia secara umum.

Perombakan kurikulum merupakan bukti bahwa kita selalu berbenah. Walau masih kurang di sana-sini, mari kita perbaiki. Yang pastinya, bukan dengan wacana atau sesuai selera. Cukuplah sekolah, guru, dan juga siswa menjadi korban perombakan kurikulum yang gonta-ganti tapi ternyata belum menemui titik terang. Entah karena desainnya belum ada, atau memang tidak diarahkan untuk mencapai tujuan tadi.

***

Selama ini UN dipercaya sebagai instrumen yg cukup baik untuk memetakan kompetensi siswa. Hanya saja perannya jangan diposisikan sentral dan satu-satunya terutama untuk menentukan kelulusan. Sayangnya evaluasi terhadap pelaksanaan UN sama sekali tidak berdampak pada proses.

***

Saya percaya Pak Nadiem punya mimpi besar tentang pendidikan di Indonesia. Tapi mohon tidak sebatas wacana atau tambal sulam. Milestone pengembangan pendidikan kita harus jelas target, capaian, metode evaluasi, dan juga bagaimana apresiasi dan peningkatannya. Saya juga agak kecewa dengan pernyataan Pak Nadiem yang seolah tidak peduli dengan nasib guru honorer. Dengan mudahnya mengatakan ‘itu kewenangan pemerintah daerah’. Bukankan kita mengenal Standar Nasional Pendidikan yang beberapa di antaranya adalah Standar Pembiayaan dan Standar Sumber Daya? Bukankah Pak Nadiem memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang dapat mengangkat kehidupan mereka menjadi lebih baik? Dengan selembar kertas Pak Nadiem bisa menekan dinas-dinas pendidikan untuk mengalokasikan dana dan sejenisnya bagi kesejahteraan guru honorer?

Dari saya yang tidak punya latar belakang ilmu tentang Pendidikan.

Khaeroni – Ketua Jurusan PGMI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *