HOTS, Local Herritage, dan Inklusi

Kolom Kajur PGMI

Belakangan saya melihat penelitian mahasiswa hampir saja menemui titik jenuh. Seolah tidak ada lagi inovasi, maka penelitian mahasiswa berkutat seputar bagaimana cara guru mengajar. Mereka (dan kita) akhirnya menurunkan sebuah pengetahuan yang sempit bahwa permasalahan dalam pendidikan hanyalah pembelajaran, dan masalah dalam pembelajaran hanyalah tentang cara guru mengajar. Padahal permasalahan dalam pendidikan sangat luas. Setidaknya kalau bicara angka, kita bisa mengangkat delapan standar nasional pendidikan. Bahkan, permasalahan dalam pembelajaran pun (sebagai bagian dalam pendidikan) cukup banyak cakupannya. Akhirnya penelitian mahasiswa tak ubahnya seperti sebuah template atau formulir. Tidak bebas, sempit, dan taklid. Ditambah kurangnya kemampuan observasi mengenai akar sebuah permasalahan dan hubungan kausatif antar-variabel yang mereka temukan. Masih ada beberapa di antaranya yang simpang-siur. Sebagai contoh, di latar belakang permasalahan mereka menyebutkan bahwa permasalahan yang mereka temukan disebabkan oleh ketidakmampuan guru dalam mengajar, banyak menggunakan metode ceramah, tidak aktif, dan membosankan. Kemudian mereka melakukan perbaikan dengan cara menerapkan metode pembelajaran tertentu. Kesimpulan mereka adalah kemampuan siswa meningkat. Hal seperti ini banyak saya temukan. Sekilas tidak ada yang janggal dengan penelitian ini, akan tetapi apabila kita lihat hubungan antar-variabelnya tidak berlaku demikian.

Akhirnya saya berpikir dan mencari alternatif cara agar penelitian mahasiswa tidak terkungkung dan punya arah. Berbekal konferensi yang pernah saya ikuti, saya memutuskan untuk mengambil tema penelitian seputar HOTS, Local Herritage, dan Pendidikan Inklusi. Harapan saya, dunia penelitian di jurusan saya semakin meninggi dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), tetap membumi dan santun dengan kekayaan lokal, dan bersahabat (humble) dengan pendidikan inklusi.

Mulai tahun ini mahasiswa saya arahkan untuk mengambil salah satu atau gabungan dari ketiga tema yang saya tawarkan. Untuk melihat hasilnya, paling tidak kita membutuhkan waktu selama lima tahun. Jadi, saya berharap agar penelitian mahasiswa selama lima tahun ke depan diarahkan untuk menggarap tema tersebut. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan, diserahkan sepenuhnya kepada mahasiswa.

Tahun ini adalah perintis. Mahasiswa semester VI sudah diarahkan untuk menghasilkan proposal penelitian dengan tema-tema di atas. Mohon doa dan dukungan rekan-rekan semua.

Khaeroni – Ketua Jurusan PGMI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *